#1 Your Trusted Business Partner

Brand…Brand…dan Branding (catatan coffee break weekend)

Hmmm… mahalnya harga sebuah branding, itu adalah sebuah fakta…jadi waspadalah..waspadalah.. (Oops! kok kesana arahnya? :D). Pengertian branding tidak hanya menyangkut pada sebuah nama saja namun juga menyangkut warna. Sebagai contoh, Telkomsel. Warna merah lebih dominan ketika melihat poster atau reklame Telkomsel. Ada lagi contoh Bank BCA, Bank Mandiri, Bank BRI yang semua dominan warna biru. Terus ada lagi Bank ANDA (Bank Antardaerah) yang dominan berwarna hijau.

Oya..berbicara mengenai Bank Antar daerah Antardaerah, teringat pada pekerjaan pembuatan casing ATM dan ruang ATM di Bank Antardaerah Denpasar Bali. Ada sedikit kekeliruan kami dalam penulisan logo Bank Antardaerah di pintu Ruang ATM Bank Antardaerah seperti yang ditunjukkan gambar dibawah ini:

Logo Bank Antardaerah

Dari gambar diatas, tulisan “ANTAR DAERAH” ada spasinya. seharusnya yang benar adalah “ANTARDAERAH” tanpa ada spasi. Artinya apa? artinya seharusnya yang benar adalah tulisan “ANTARDAERAH bukan “ANTAR DAERAH” 😀
Artinya lagi adalah itu merupakan sebuah branding. Meskipun kesalahan yang terjadi hanya karena faktor “SPASI” namun itu tidak dibenarkan. Ada beberapa hal yang membuat kami salah persepsi, diantaranya:

  1. Huruf “ANTARDAERAH” yang digunakan adalah huruf kapital. Jadi sepintas dilihat, sulit membedakan ada atau tidaknya tanda spasi.
  2. Tulisan “ANTARDAERAH” sudah terMINDSET ada spasinya. [ya iyalah…khan sesuai dengan EYD (Ejaan Yang disempurnakan) :D]

Namun karena ini adalah sebuah branding, maka tidak ada istilah pengampunan atau tawar-menawar (lebay) kalau itu dibenarkan (tulisan yang ada spasinya). Untuk itu kami sudah merevisi dan memasang kembali sticker logo di pintu Ruang ATM Bank ANDA.

Skup yang lebih luas mengenai branding, mari kita lihat Risetnya Siti Sumariyati di SWA.co.id

Di era ekonomi citra sekarang ini, hanya merek perkasa yang mampu berjaya mengubah konsumen biasa menjadi pemuja setia yang melupakan pertimbangan fungsional demi ikatan emosional. Untuk itu perusahaan harus mengembangkan sosialisasi merek secara berkelanjutan, hadir di setiap saat dan tempat, mendengarkan dan mewujudkan mimpi pemujanya.

Nike mengeluarkan biaya produksi sekitar US$ 2 untuk sepasang sepatu yang dijual dengan harga rata-rata US$ 100 di seluruh dunia. Sementara Escada mengeluarkan biaya US$ 8 untuk sepasang sepatu yang dibanderol US$ 1.000. Dan, mengapa konsumen tetap rela mengeluarkan dana berlipat ganda, padahal banyak produk sejenis yang ditawarkan dengan harga hanya 10%-20%-nya?

Jawabnya adalah merek. Merek yang perkasa mampu menjadikan kesenjangan nilai fungsional dengan nilai emosional yang dikeluarkan konsumen ini sangat jauh. Paul Temporal dan K.C. Lee dalam Hi-Tech Hi-Touch Branding (2001) menegaskan, merek sangat penting bagi konsumen karena memudahkan mereka dalam menentukan pilihan, menjadi jaminan kualitas, mencegah risiko, serta menjadi pernyataan diri dan pengerek gengsi. Di tengah begitu banyaknya produk yang ditawarkan – dengan fitur dan kualitas yang hampir mirip satu dengan lainnya – konsumen membutuhkan pegangan dalam memilih. Dan itulah salah satu peran brand bagi konsumen, menjadi rujukan terpercaya dalam memilih begitu banyak produk di tengah keterbatasan waktu mereka.

Nilai merek (brand value) ini menjadi sangat penting untuk mengukur kekuatan dan harga suatu merek. Pasalnya, merek bukanlah sekadar identitas produk atau logo perusahaan, melainkan ikatan batin atau reaksi emosional – bukan rasional – dan mendalam dari seorang konsumen terhadap suatu produk atau layanan. Ikatan batin dan persepsi kualitas (brand-perceived quality) inilah yang membedakan komoditas dengan produk berkualitas, menggeser fungsi dengan gengsi, dan karenanya menciptakan nilai dan harga yang sangat berbeda. Survei yang diselenggarakan Neutron LLC menyebutkan nilai kapitalisasi pasar produk Coca-Cola US$ 50 miliar. Namun, jika memasukkan nilai mereknya, nilai kapitalisasi pasarnya menjadi US$ 120 miliar – melambung hingga 240%! (Marty Neumeier, The Brand Gap, 2003).

Dengan kekuatannya yang luar biasa dalam membentuk persepsi kualitas, merek sangat menentukan keberhasilan atau kehancuran sebuah perusahaan. Pada dekade 1970-an di Pulau Jawa beroperasi bus antarkota antarprovinsi (AKAP) Raseko. Akan tetapi, banyaknya kecelakaan lalu lintas yang dialami bus ini membuatnya ditinggalkan pelanggannya. Bahkan merek Raseko dipelesetkan menjadi risiko, hingga akhirnya bangkrut pada akhir 1970-an. Aset bus ini kemudian dibeli PT Ekasari Lorena dan diberi merek Karina. Di bawah merek baru, bus-bus pun selalu fully-booked.

Sebuah hotel bintang lima berlian di Jakarta Selatan memudar pamornya setelah merek Hilton dilepas dan berganti menjadi The Sultan. Padahal, lokasi, kualitas kamar dan standar layanannya tidak berubah. Begitu pula Hotel J.W. Marriott, yang sesungguhnya menerapkan standar keamanan dan kenyamanan paling ketat, bisa jadi bakal ditinggalkan pelanggannya, karena dipersepsi sebagai hotel yang tidak aman gara-gara menjadi bulan-bulanan pemboman teroris.

Di tengah krisis ekonomi global saat ini, peran brand dan upaya branding semakin penting. Di satu sisi, melemahnya daya beli konsumen membuat mereka terpaksa melakukan substitusi dengan beralih dari suatu merek ke merek lain yang menawarkan harga lebih terjangkau. Tak heran, ada penggemar merek Mango yang beralih ke Manggadua. Pergeseran ini harus diwaspadai pemilik merek. Jangan sampai konsumen yang selingkuh ini kemudian kepincut, kasmaran, dan beralih ke lain merek. Selain berupaya agar kualitas tetap terjaga dan harga kompetitif dengan memberi sejumlah benefit dan nilai tambah, inilah saatnya menggencarkan komunikasi merek.

Upaya membangun merek adalah upaya meraih keberhasilan. Di era ekonomi citra ini, merek adalah aset terpenting perusahaan. Hanya perusahaan yang memiliki merek perkasa yang bisa bertahan di tengah gempuran pesaing. Merek yang kuat akan membuat produk Anda menonjol walaupun berada di belantara ribuan produk sejenis yang saling berebut perhatian. Bahkan brand yang kuat mampu menciptakan fanatisme yang menyihir konsumen biasa menjadi pelanggan setia, pemuja, bahkan menciptakan brand beliefs yang menjadikannya evangelist yang sepenuh hati menyebarkan keunggulan dan keperkasaan merek pujaannya. Singkatnya, untuk membangun perusahaan yang kuat, perusahaan harus membangun merek yang kuat.

Upaya branding wajib dilakukan sepanjang waktu, dalam situasi apa pun, untuk menjaga keberlanjutan keperkasaan brand itu sendiri. Kita melihat bagaimana merek sepatu Bata dan Wimo yang berjaya pada 1970-an hingga 1980-an, kini tenggelam di belantara merek sepatu lain yang lebih konsisten membangun mereknya. Meski desain dan kualitas produknya masih terjaga, persepsi kualitasnya memudar karena tiadanya komunikasi secara berkelanjutan.

Upaya membangun brand adalah investasi, bukan sekadar biaya – apalagi pemborosan. Apalagi seiring berkembangnya teknologi cyber yang berpadu dengan multimedia, upaya membangun merek tak selamanya bermakna biaya besar. Dengan kreativitas, meski dengan dana yang terbatas perusahaan bisa membuat mereknya berjaya.

Teknologi yang terus berkembang telah melahirkan media jejaring sosial dan perangkat komunikasi mobile yang memungkinkan perusahaan senantiasa terhubung dengan pelanggan setianya. Para loyalis itu juga tak ragu menyampaikan keinginan dan mimpi mereka agar bisa diwujudkan perusahaan, sehingga membuat mereka lebih puas dan lebih fanatik lagi. Maka pendekatan komunikasi pun berubah. Perusahaan tak bisa lagi sekadar menyampaikan pesan pemasaran dan mengedukasi pelanggan. Yang perlu dilakukan adalah mendengarkan keinginan para pecinta, dan berkolaborasi mewujudkannya. Branding telah menjadi upaya penciptaan bonding – ikatan batin yang menyatukan perusahaan dengan konsumennya.

Tampaknya hal ini disadari benar dan telah dilakukan oleh para pemegang merek. Hal ini tercermin dari fakta survei kali ini yang tak menunjukkan pergeseran terlalu signifikan. Sekitar 80% pemenang brand value ini masih merek-merek lama yang telah berjaya sejak lama. Mereka inilah yang kini meraih penghargaan Platinum Brand dan Golden Brand. Meski begitu, muncul pula sejumlah merek yang menjanjikan dan bisa menjadi kuda hitam di masa depan – yang kami masukkan ke dalam Challenger Brand, Prospective Brand dan Promising Brand. Baik bagi pemain lama maupun penantangnya, langkah-langkah membangun brand ini akan menentukan siapa yang berjaya di masa selanjutnya. Selamat berjuang.

Bagikan:

Photo of author

Tim ASTRO

CV ASTRO adalah Perusahaan Kontraktor, Advertising, Dealer Resmi Daikin, McQuay, Haier, Mitsubishi Electric, Gree yang berbasis di Bali. Kami hadir di Jakarta, Surabaya, Semarang, Jogjakarta, Pangkalpinang, Balikpapan, dan Makassar. Siap Support Proyek di seluruh Indonesia..!!!Contact us

Tags

Tinggalkan komentar


Ingin kerjasama dengan kami?   Yuk, silakan konsultasi dengan tim kami. Gratis!